Latest Movie :
Recent Movies

Inflasi

Inflasi
Bukan Fenomena Moneter, demikian penjelasan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution di Jakarta, awal januari lalu, terkait laju inflasi tahunan (year on year) yang terjadi pada bulan Desember 2010. Meski angka Inflasi tersebut terbilang besar dan berada di atas level laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, pada waktu itu Bank Indonesia belum merespon Inflasi yang mencapai level 6,96%. Kebijakan Eksekutif Kebon Sirih tersebut menuai tanggapan negatif dari pasar, terbukti rupiah melorot ke level Rp. 9.144,- per dolar AS.
Inflasi, dapat dikatakan sebagai proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Dalam pembangunan perekonomian, inflasi merupakan indikator dan parameter pertumbuhan laju perekonomian ekonomi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), hiperinflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar dari sejarah perekonomian bangsa. Jika dibandingkan dengan negara Malaysia dan Thailand, inflasi di Indonesia cenderung lebih tinggi. Inflasi di Indonesia tinggi sekali pada zaman Orde Lama, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent, (“kalau perlu uang, cetak saja”). Kebijakan tersebut membuat mata uang rupiah kelebihan penawaran yang berakibat nilai tukar rupiah sangat lemah terhadap komoditas barang dan mata uang asing. Di zaman orde baru pun sama, pemerintah masih kesulitan untuk menekan laju inflasi. Di tahun 1997, laju inflasi melaju jauh di atas angka pertumbuhan ekonomi. Kondisi ekonomi yang mengecewakan membuat hilangya kepercayaan rakyat dan merambah ke sektor sosial dan politik yang pada akhirnya membuat kedua rezim tersebut tumbang.
Di era reformasi, peran dan fungsi Bank Indonesia lebih dioptimalkan sebagai lembaga moneter negara, diantaranya mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Meski demikian, rata-rata inflasi per tahun yang terjadi di negeri ini masih berada di atas level 5%. Inflasi tertinggi terjadi di tahun 2005, yakni berada pada level 17,11%. Prestasi yang begitu apik di ukir oleh pemerintah, di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, inflasi berada pada level 2,78 persen. Inflasi yang berada pada level 2,78 persen merupakan sinyal yang bagus bahwa Indonesia tidak terganggu oleh krisis global yang sedang mendera Amerika Serikat dan negara-negara lainnya pada saat itu. Meski demikian, beberapa pengamat menyatakan, bahwa keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah bukan disebabkan oleh kebijakan dan kinerja pemerintah. Melainkan karena kondisi pasar itu sendiri, baik dari segi penawaran dan permintaan.
Di tahun 2010, meningkatnya harga-harga bahan pangan akibat ganggun produksi dan distribusi bahan pangan, khususnya beras dan bumbu-bumbuan, membuat inflasi melesat begitu tinggi, yakni berada pada level 6,96% (year on year). Harga cabai yang mencapai Rp. 150.000 /Kg menjadi fenomena dalam masyarakat. Di bulan Januari 2011, inflasi mencapai 0.89% (month to month) dan inflasi tahunan 7,02% (year on year) dari Januari tahun lalu. Terus merangkaknya laju inflasi pada bulan Januari lalu, masih disebabkan oleh tingginya laju inflasi pada kelompok bahan pangan (volatile food), inflasi volatile food berada pada level 18,25% (yoy). Sementara itu, dari kelompok administired prices menunjukkan inflasi yang lebih ringan sebesar 5,21% dan inflasi inti yang relatif terkendali pada level 4,18%.
Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate), jelas laju inflasi tersebut lebih tinggi dan membahayakan. Meski sempat bertahan pada bulan Januari 2011, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia akhirnya menaikkan suku bunga acuan BI (BI Rate) menjadi 6,75 persen pada awal Februari lalu, itu artinya naik 25 basis poin dari angka BI rate sebelumnya 6,5%. Angka BI rate 6,5% terbilang berumur cukup lama, angka tersebut bertahan selama 18 bulan. Kenaikan BI Rate membuat rupiah menguat ke posisi Rp. 9.000 per dolar AS dan mendorong Indeks Harga Saham Gabunagn (IHSG) ke level 3.496,17 naik 15,34 poin.
Kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia dengan menaikkan BI Rate sebagai langkah antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi yang terus merangkak naik dan menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap harga komoditas pasar. Naiknya BI Rate diharapkan akan mampu memberikan defense terhadap tekanan harga, terutama harga yang berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Inflasi yang berada di atas suku bunga acuan, juga membuat masyarakat penabung menjadi rugi, karena penurunan nilai mata uang lebih besar di atas suku bunga perbankan. Naiknya BI Rate diharapkan juga akan membuat masyarakat mau menyimpan dana mereka dan menahan sirkulasi uang dalam pembiayaan konsumtif melalui perbankan agar nilai rupiah terangkat naik. (Oleh Mamduh, Mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Walisongo)
{[['']]}

Prediksi Ekonomi 2011

Pemerintah memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai angka 6,4% pada tahun 2011. Diprediksi total output (PDB) perekonomian Indonesia mencapai 858,4 miliar dollar AS, atau setara Rp. 7.726 triliun. Para ekonom berpendapat, peluang ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi dan berkesinambungan cukup terbuka.
Menurut Komite Ekonomi Nasional, berdasarkan data historis ekonomi Indonesia dapat berekspansi selama sekitar tujuh tahun (rata-rata). Padahal, Indonesia baru memasuki fase ekspansi ekonomi lagi pada Maret 2009 lalu. Itu artinya, ekonomi Indonesia akan berada dalam fase ekspansi sampai tahun 2016 mendatang. Keadaan ini diperkuat dengan pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi, cadangan devisa negara yang menguat, pembiayaan perbankan yang meningkat, nilai tukar rupiah terhadap dollar yang stabil dan kinerja pasar modal yang bagus.
Meski demikian, kerja keras pemerintah tetap terus ditunggu oleh masyarakat. Perkembangan ekonomi di sektor makro tidak akan berarti bagi rakyat kecil. Rakyat kecil tidak akan merasakan pertumbuhan ekonomi tersebut apabila sektor mikro tidak ikut tumbuh. Distribusi pendapatan yang tidak merata membuat kesenjangan kejahteraan dalam masyarakat. Minimya lapangan kerja dan kenaikan harga pangan yang semakin meningkat akan lebih memperparah nasib rakyat kecil. Dengan kondisi ekonomi yang masih timpang seperti ini, perlu adanya perubahan yang mendasar oleh pemerintah. Rakyat berharap, kedepannya pemerintah mampu memberikan kesejahteraan yang merata bagi semua lapisan masyarakat.
{[['']]}

Perbankan Syariah

Sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) dalam dunia ekonomi modern, fungsi dan peran perbankan sangat penting dalam perekonomian masyarakat. Bank menjadi media lalu lintas jasa keuangan (transaction permutation) dalam aktifitas ekonomi masyarakat, bank dapat mengeluarkan pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan modal (lending) dan menjadi tempat menyimpan uang bagi mereka yang kelebihan dana (funding). Di samping itu, bank dapat melakukan aktivitas dan transaksi di luar konteks tersebut, seperti penagihan hutang (anjak piutang), jual beli sewa (leasing), hire purchase, mark-up dan kegiatan lain kecuali usaha asuransi, dan dana pensiunan.
Dalam mekanisme aktivitas perbankan konvensional, bank menerapkan mekanisme jasa pengembalian tetap (fixed return) dalam bentuk bunga (interest/ usury), di mana dalam pemberian kredit kepada pihak kedua (debitor) oleh pihak bank disyaratkan adanya balas jasa berdasarkan jumlah pinjaman dan disandarkan atas waktu atau tempo perjanjian hutang-piutang tersebut. Hal ini menimbulkan interpretasi hukum oleh kalangan ulama’ Muslim, karena konsep dan praktek tersebut dianggap riba dan diharamkan oleh syariat agama Islam.
Larangan Riba
Riba dalam agama Islam sangat dilarang, dalam beberapa ayat menyebutkan secara jelas akan hukum riba, diantaranya Al-Baqarah ayat 275 s/d 280, Ali Imron 130, An-Nisa’ ayat 161, surat Ar-Ruum 39. Larangan riba tidak hanya monopoli bagi agama Islam, namun juga agama samawi lainnya, setidaknya itulah yang ditulis dalam Taurat dan Injil. Dalam Perjanjian Lama, larangan riba terdapat dalam Leviticus 25:37, Deutronomy 23:19, Exodus 25:25; dan dalam Perjanjian Baru, dalam Luke 6:35. Di belahan dunia eropa sendiri, ketika kekuasaan gereja ortodoks masih dominan, riba pernah dilarang dalam Hukum Canon. Namun, seiring melemahnya kekuasan gereja, mereka mulai berkompromi dengan riba. Di Inggris larangan riba dicabut pada pertengahan Abad ke 16, tepatnya pada tahun 1545 oleh Raja Henry VIII. Pada Zaman inilah istilah Usury (riba) diganti dengan interest (bunga).
Riba sendiri berarti zada atau tambahan, Pertumbuhan (growth), naik (rise), membengkan (sweel), bertambah (increase), dan tambahan (addition). Secara terminologi, riba diartikan sebagai proses transaksi (baik tukar menukar atau proses hutang piutang) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, di mana dalam transaksi tersebut diharuskan atau dipersyaratkan adanya margin, fee, atau return oleh salah satu pihak. Secara garis besar, riba dibagi menjadi dua jenis yaitu Riba Nasi’ah dan Riba Al-Fadhl. Riba Nasi’ah terjadi dalam proses hutang-piutang yang di diwajibkan adanya return (interest/ usury) berdasarkan perhitungan berdasarkan pokok pinjaman yang disandarkan atas waktu sebagai syarat kepada pihak debitor. Sedangkan Riba Al-Fadhl terjadi ketika adanya tukar-menukar barang sejenis dengan kuantitas yang berbeda, sebagian ulama juga mempersyaratkan kualitas yang sama, jadi ketika terjadi penukaran dua barang sejenis dengan beda kuantitas namun beda kualitas tetap diperbolehkan.
Riba dilarang dalam agama Islam karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Dimana, terdapat pihak yang menanggung beban merasa berat akibat interest yang diberlakukan, sedangkan di pihak lain mengalami pertambahan keuntungan yang sangat signifikan. Pada dasarnya, dalam praktek riba tidak ada prinsip keseimbangan dan tolong menolong .
Berbagai pemikiran mulai muncul untuk menyikapi hal tersebut. Diantaranya ialah inisiatif untuk membentuk sebuah bank dengan sistem perbankan yang bebas bunga atau riba (free interest). Pemikiran ini mulai muncul pada paruh pertama Abad 20an, diantaranya Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1946), dan Mahmud Ahmad (1952), Mawdudi pada 1950 (1961), dan tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1994, 1955, 1957, dan 1962. buah pemikiran mereka tentang Bank Islam yang berdasarkan prinsip bagi hasil dan menaggung kerugian bersama (Profit and Loss Sharing Principle). Pada dasarnya, dalam kegiatan pendanaan oleh bank terdapat keseimbangan antara pemodal dengan penerima modal dan bebas dari riba.
Pendirian institusi keuangan dengan prinsip free interest dilakukan pada tahun 1963 di desa Mit-Ghamr, namun akhirnya ditutup karena berbagi alasan setelah sebelumnya tumbuh dengan mengesankan. Selanjutnya percobaan tersebut melahirkan Nasser Sosial Bank pada tahun 1972 yang lebih bertujuan sosial daripada komersial. Kemudian Bank Swasta bebas bunga didirikan oleh sekelompok pengusaha muslim dengan nama Dubai Islamic Bank pada tahun 1975. Dan pada tahun 1977 berdiri bank sebas bunga dengan nama Faisal Islamic bank di Mesir dan Sudan. Pada tingkat internasional pada 20 Oktober 1975 telah berdiri Islamic Development Bank (IDB) yang didirikan oleh 22 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Pendirian Bank Syariah di indonesia sendiri cenderung tertinggal dari Negara-negara muslim lain, karena di Malaysia, Pakistan, dan Iran sudah mendirikan institusi bank syariah sejak 1970an. Bahkan dua Negara yang telah disebutkan terakhir telah mengganti (mengkonversi) seluruh sistem perbankan mereka menjadi syariah. Di perbankan barat pun demikian, kini banyak perbankan konvensional barat yang membuka Islamic Windows, seperti Jardine Fleming, Citi Bank, HSBC, ANZ Bank dan lain-lain. Tidak hanya itu, tercatat para pengguna jasa bank syariah merupakan korporasi besar di bidangnya masing-masing, seperti General Motor, KFC, Xerox, IBM, General Electric, dan Chryler. Pendirian bank yang beroperasi dengan prinsip syariah di Indonesia di mulai pada tahun 1992 oleh prakarsa Majelis Ulama’ Indonesia, dengan berkerjasama dengan pemerintah mendirikan PT. Bank Muamalat Indonesia lahir pada tahun tersebut. Kondisi ini diperkuat oleh Undang-undang No. 22 tahun 1992 tentang perbankan, namun dalam UU tersebut belum disebutkan secara gamblang tentang mekanisme perbankan syariah dengan prinsip bagi hasilnya. Kemudian regulasi baru diterbitkan oleh pemerintah, melalu Undang-undang No. 10 tahun 1998. Undang-undang tersebut telah mengatur dengan jelas bagaimana mekanisme perbankan syariah di Indonesia. Langkah revolusioner tersebut diikuti oleh beberapa bank-bank lain yang kemudian berdiri dan adapula bank konvensional yang mendirikan Islamic Windows yang operasionalnya terlepas dari bank induk.
Perbankan syariah adalah perbankan yang beroperasi berdasarkan syriat agama Islam (Al-Qur’an dan Hadits). Perbankan syariah tidak mengenal pembayaran dan penerimaan Riba (fixed interest) dalam kegiatan usahanya. Perbankan syariah selalu menggunakan prinsip bagi hasil yang berpegang teguh pada prisip transaksi yang beretika dengan menjunjung teguh keadilan, keseimbangan, pemerataan dan kejujuran.
Karakteristik perbankan syariah memberikan alternatif baru dalam perekonomian masyarakat baik di sektor makro maupun mikro, perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil yang memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan perbankan, terdapat aspek keadilan dalam bertransaksi antar pihak, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Pembentukan bank syariah semula memang banyak diragukan, sebab banyak kalangan yang beranggapan bahwa sistem bank bebas bunga adalah suatu hal yang tak mungkin dan tidak lazim.
Sebagai lembaga intermediasi keuangan syariah, bank syariah memberlakukan kegiataan usaha yang berlandaskan atas akad-akad transaksi yang didasarkan fiqih muamalah dengan prinsip bagi hasil dan kerugian (Profit and Loss sharing), diantaranya ialah akad mudharabah (commenda partnership), musyarakah (Joint Venture), ba’i murabahah (mark-up), wadi’ah (safekeeping) dan qardhul hasan (intersest-free loan).

Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama usaha anatara dua pihak; pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak sebagai pengelola. Keuntungan usaha ini dibagi dengan nisbah bagi hasil, proporsi bagi hasil tersebut seuai kesepakatan, apabila terjadi kerugian maka kedua belah pihak menanggung bersama kerugian tersebut jika pengelola dana tidak melakukan kelalaian. Kerugian finasial hanya ditanggung oleh pemilik dana, sedangkan pengelola dana rugi atas usaha dan waktu. Secara operasional Mudharabah dapat dibagi menjadi dua.
Pertama, Mudharabah Muthlaqah adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Kedua, Mudharabah muqayyadah adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara, dan atau objek investasi. Dalam melakukan akad ini, bank syariah bertindak sebagai pemilik dana dan pengelola dana. Bank syariah menjadi pengelola dana ketika nasabah menyimpan uang (funding) di bank syariah dan menjadi pemilik dana ketika memberikan pembiayaan (lending) kepada pihak ke tiga.
Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah (Joint Venture) adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Dalam musyarakah, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan baha keuntungan dibagi berdasrkan kesepakatan, sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribuasi dana. Secara operasional, musyarakah ada dua jenis. Pertama, musyarakah permanent, yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Kedua, musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha), yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra, sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Kedua belah pihak bia menjadi mitra aktif atau pun pasif. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik pengelola sendiri atau menunjuk pihak lai atas nama mitra tersebut; sedangkan mitra pasif yaitu mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.

Pembiayaan Murabahah
Selanjutnya, pembiayaan murabahah merupakan transaksi yang mendominasi kegiatan perbankan syariah. Murabahah adalah traksaksi jual beli (ba’i) oleh dua pihak, dimana penjual menjual barang dengan harga jual yang sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga pokok barang tersebut kepada pembeli. Dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah pihak perbankan akan menggunakan jasa pihak ketiga untuk memenuhi jual beli barang yang dilakukan dengan pihak kedua. Hal ini dilakukan oleh perbankan karena kemampuan mereka hanya sebatas sebagai lembaga intermediasi keuangan. Dalam mekanisme pembayaran pembiayaan murabahah, pihak bank bisa menerapkan sistem pembayaran tunai atau cicilan.
Dengan keunikan dan karakteristik pembiayaan jual beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembiayaan jual beli yang dilakukan bisa berkembang sesuai kebutuhan dan kemampuan dan keterbatasan para nasabah dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pembiayaan jual beli murabahah bisa berkembang menjadi pembiayaan jual beli yang lebih spesifik, diantaranya ialah pembiayaan ba’i salam, ba’i ishtisna’ dan ba’i bitsaman ajil.
Wadi’ah (safekeeping)
Wadi’ah secara harfiah ialah titipan. Wadi’ah adalah akad titipan yang dilakukan oleh dua pihak atas suatu objek tertentu. Titipan tersebut bisa bersifat tetap pada suatu objek dan tidak bisa dimanfaatkan oleh pemegang titipan (wadi’ah yad amanah), atau objet titipan bisa bersifat dimanfaatkan (wadia’ah yad dhamanah).
Konsep wadi’ah yad dhamanah dipakai oleh perbankan syariah dalam menerima simpanan (funding) para nasabah baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito. Pihak bank syariah akan mempergunakan dana simpanan untuk melakukan pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan dana.
Dalam pengembalian dana simpanan nasabah, pihak bank syariah akan memberikan imbalan kepada nasabah dengan sistem bagi hasil. Marjin yang diberikan tersebut bersifat indikatif sesuai dengan keuntungan yang diperoleh bank.
Qardhul hasan (intersest-free loan).
Qardhul hasan adalah pinjaman kebajikan yang diberikan kepada pihak yang membutuhkan dana, dengan sistem pengembalian tanpa adanya marjin atau bunga. Qardhul hasan merupakan bentuk kepedulian bank syariah terhadap umat yang membutuhkan. Tidak ada yang disyaratkan dalam pembayaran pinjaman ini. Pihak bank tidak menerima dan menolak imbalan yang diberikan atas pinjaman ini. Pihak bank akan mempertimbang segala aspek sebelum memberikan pinjaman ini, tentunya kepada pihak yang benar-benar membutuhkan.
Selain langkah kebajikan yang ditempuh dalam memberikan pinjaman Qardhul hasan, perbankan syariah juga akan sangat peduli terhadap kesejahteraan masyarakat. Sebagai lembaga yang berasaskan syariah, bank syariah akan memberikan sebagian harta yang dimiliki untuk dikeluarkan zakatnya. Ini juga merupakan sebuah aksi bank syariah sebagai corporate social responsibility (CSR) dalam meningkatkankesejahteraan ummat. (Oleh Mamduh, Mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Walisongo)
{[['']]}

Pasar Modal Syariah

Geliat Pasar Modal Syariah
Secara sederhana Pasar Modal Syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal dilarang, seperti riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain.
Pasar Modal Syariah di Indonesia diterbitkan secara resmi pada tanggal 14 Maret 2003 oleh Menteri Keuangan pada saat itu Boediono. Hadir pula pada waktu itu ketua Bapepam, wakil Dewan Syariah Nasional, para direksi SRO, direksi Perusahaan Efek, dan stakeholder pasar modal. Di hari itu pula dilaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) antara Bapepam dan DSN MUI.
Sebelumnya, pada tanggal 3 juli 1997 Reksadana Syariah telah berdiri terlebih dahulu, dan disusul dengan peluncuran Jakarta Islmic Index pada tanggal 3 Juli 2000. Jakarta Islamic Index adalah index yang dikeluarkan oleh BEJ dan merupakan subset dari Indexs Harga Saham Gabungan (IHSG). Tujuan dibentuknya Jakarta Islamic Index sebagai tolok ukur standar bagi saham secara syariah di pasar modal dan sebagai saran untuk meningkatkan investasi di pasar modal secara syariah.
PT. Indosat, Tbk. merupakan emiten pertama yang menerbitkan obligasi dengan akad mudharabah, yaitu obligasi syariah indosat tahun 2002 dengan nilai penerbitan sebesar Rp. 175 Miliar. Kemudian di tahun 2004 PT. Matahari Putra Prima, Tbk. menyusul PT. Indosat dengan menerbitkan Obligasi Syariah. Namun kali ini PT. Matahari Putra Prima, Tbk. menerbitkan Obligasi Syariah yang berbeda dengan PT. Indosat, yakni Obligasi Syariah Ijarah. Obligasi ini menggunakan akad sewa sedemikian rupa, sehingga fee (return) ijarah bersifat tetap. Dan bisa diketahui/ diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan. Obligasi ini merupakan Obligasi Syariah Ijarah pertama yang ditawarkan ke dalam pasar modal.
Di pasar modal dunia, langkah revolusioner ditempuh oleh Dow Jones yang menerbitkan Dow Jones Islamic Market Indexs (DJIM) pada tanggal 8 Februari 1999 di Manama, Bahrain. Adalah A. Rushdi Siddiqui, perintis dan pencetus ide membentuk indexs saham untuk yang basis usahanya sesuai dengan prinsip syariah. Sebelumya, A. Rushdi Siddiqui berhasil meyakinkan David Moran, presiden Dow Jones untuk menerbitkan DJIM. DJIM kemudian bersanding dengan sembilan indeks global lainnya.
Prestasi fantastis dibukukan oleh DJIM di tahun 2001, ketika pasar kurang bergairah akibat krisis yang ditimbulkan oleh runtuhnya menara kembar World Trade Center di New York, Amerika serikat. DJIM yang mencatat 1.862 saham dari 34 negara dengan kapitalisasi pasar mendekati 11 triliun dolar AS dan lolos dari screening syariah (produk dan jasa yang dihasilkan emiten tidak bertentngan dengan syariah), membukukan perolehan (return) hingga 19,22 persen. Ini sungguh angka yang lumayan yang bisa dicapai DJIM dalam usia belia, bandingkan dengan MSCI (indeks dunia) yang meberikan return 23,60 persen. Per negara, DJIM membukukan prestasi serupa. Simak untuk DJIM-US (Amerika) yang meraih 2.15 persen lebih tinggi dibandingkan indeks S&P 500 dalam tahun itu. Yang mengejutkan, DJIM-CAN (Kanada) memperlihatkan kinerja yang disebut ”impian” dengan membukukan total return 92,21 persen, jauh meninggalkan indeks TSE 300 yang harus puas dengan mencetak 29,73 persen. Ini adalah prestasi yang membanggakan, karena Dow Jones sendiri dan 9 indeks termasuk indek per negara dan regional yang diwakili AS, Kanada, Inggris, Jepang, Asia Pasifik, Jepang, Indeks Bluechip dan indeks tekhnologi Global yang menunjukkan kinerja buruk di tahun ini.

Regulasi Pasar Modal Syariah di Indonesia

Perbedaan prinsip yang diterapkan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional, bukan berarti pasar modal syariah mempunyai lantai bursa dan lembaga struktural sendiri, seperti halnya perbankan syariah dan perbankan konvensional yang berdiri dalam satu naungan otoritas Bank Indonesia. Pasar modal syariah pun berdiri bersama dengan pasar modal konvensional di bawah naungan Bapepam.
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 503/KMK.01/1997, Bapepam adalah pelaksana tugas di bidang pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan pasar modal yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada meneteri keuangan, dan dipimpin oleh seorang ketua. Dan Sesuai pasal 2 keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 503/KMK.01/1997, Bapepam mempunyai tugas membina, mengatur, dan mengawasi segari-sehari kegiatan pasar modal yang wajar, teratur dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun dalam pelaksanaanya Bapepam sendiri tidak akan membuat apa itu syariahnya, Bapepam hanya akan membuat guide line saja, karena sudah ada Dewan Syariah Nasional yang mengurusi hal itu. Bersamaan diterbitkannya pasar modal syariah, Bapepam mengeluarkan 5 regulasi baru yang akan mengatur perjalanan pasar modal syariah dan membedakannya dengan pasar modal konvensional.
Pertama, menyangkut kebijakan umum. Ketentuan ini akan membahas kedudukan DSN dan Bapepam dalam kaitannya dengan pasar modal syariah. Ketentuan kedua mengenai proses emisi saham syariah. Regulasi ini akan menjadi rujukan bagi emiten baru yang berkehendak dicatat dalam daftar saham syariah. Ketentuan ketiga menyangkut indeks syariah yang akan menjadi pedoman penyusunan emiten-emiten yang layak masuk syariah. Ketentuan keempat menyangkut instrumen obligasi syariah. Jika sebelumnya hanya ada obligasi syariah mudharabah, keluarnya ketentuan keempat ini membuka jalan adanya obligasi syariah yang menggunakan skim ijarah. Ketentuan kelima tentang Reksadana syariah. Menyangkut ketentuan reksadana ini, sudah mulai dikembangkan produk reksadana yang bersifat hibrid (campuran), yakni fixed income (obligasi), equity (saham), mutual fund (reksadana), dan asset securitization (sekuritisasi asset).
Hal yang Harus diperhatikan oleh Emiten dan Investor adalah semua Efek yang diperjualbelikan dan Usaha yang dijalankan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah Islam yakni, aktivitas Utama (Care Business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001. fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah islam; (i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional, (iii) usaha yang memproduksi, mendistribusikan, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram, (iv) usaha yang memproduksi, mendistribusi, atau menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
Selebihnya, regulasi pasar modal syariah tidak banyak berbeda dengan regulasi yang diterapkan oleh Bapepam terhadap pasar modal konvensional.

Efek Pasar Modal Syariah di Indonesia

Di Indonesia, ada 4 efek yang sering diperjualbelikan di pasar modal syariah antara lain, Saham Syariah, Obligasi Syariah Mudharabah, Obligasi Syariah Ijarah, dan Reksadana Syariah.

a. Saham Syariah
Dalam, saham syariah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Di indonesia, pembentukan saham ini dihimpun dalam Jakarta Islamic Indexs. Jakarta Islamic Indexs sebagai subset dari Indeks Harga Saham Gabungan terdapat 30 saham yang memenuhi keriteria syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional, yakni pada fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001.
Selain hal tersebut JII, akan mempertimbangkan suatu saham dengan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu:
1) Memilih jenis kumpulan saham dengan jenis utama yang tidak bertentangan dengan syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar)
2) Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun terakhir yang memliki rasio kewajiban terhadap kativa maksimal 90%
3) Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (Market Capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.

Selebihnya, pengoperasian saham syariah tidak jauh berbeda dengan pengoperasian saham konvensional dengan syarat tidak berseberangan dengan syariat islam. Diantarnya, dalam saham syariah emiten juga mempunyai hak atas menajemen emiten dan mempunyai hak suara sama besar dengan pemilik saham lainnya sesuai proporsinal saham masing-masing dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan (emiten). Seperti halnya saham konvensional pembagian keuntungan pada saham syariah oleh emiten kepada investor dengan membagikan deviden jika perusahaan memperoleh keuntungan di akhir periode setelah emiten/ perusahan setelah perusahaan membayar kewajiban terhadap kreditor, dan pemegang obligasi, serta pembayaran deviden kepada pemegang saham preferen pada tiap perioide yang sama. Dalam kondisi perusahaan/ emiten dilikuidasi, investor saham syariah menempati posisi yang sama dengan investor saham konvensional atas hak dan kewajiban terhadap emiten.

b. Obligasi Syariah Mudharabah
Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian, sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.
Merujuk pada Fatwa DSN No. 32/DSN-MUI/IX/2002, Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/ Margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi pada jatuh tempo.
Obligasi ini pertama kali diterbitkan oleh PT. Indosat, Tbk. pada tahun 2002 dengan nilai penerbitan senilai Rp. 175 Miliar.
Berbeda dengan obligasi konvensional, obligasi syariah bukanlah surat hutang jangka panjang melainkan surta berharga nirriba (non riba), obligasi ini tidak menerapkan prinsip interest (bunga) yang harus dikembalikan pada waktu jatuh tempo dan dipersyaratkan kepada emiten. Karena Riba/ interest/ usury diharamkan dalam syariat hukum islam. Dalam obligasi ini terdapat prinsip penyertaan antara pemilik modal dengan emiten, namun pemilik modal tidak mempunyai hak atas manajemen emiten, berbeda dengan saham syariah di mana investor mempunyai hak atas manajemen emiten.
Obligasi ini diterapkan oleh emiten atas proyek-proyek tertentu yang kemudian ditawarkan kepada investor untuk didanai (obligasi syariah PT. Indosat, Tbk. tahun 2002). Oleh karena itu, pembagian hasil keuntungan dan kerugian didasarkan atas kinerja (pendapatan) yang dihasilkan oleh proyek tersebut, tidak berdasarkan laba yang dihasilkan oleh emiten secara keseluruhan di akhir periode.

c. Obligasi Syariah Ijarah
Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian, sehingga ia (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/ diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.
Obligasi syariah ijarah pertama kali diterbitkan oleh PT. Matahari Putra Prima, Tbk. pada tahun 2004.
Perbedaan obligasi ini dengan obligasi syariah mudharabah ialah obligasi ini diterapkan oleh emiten atas suatu proyek yang kemudian ditawarkan kepada para investor untuk didanai dengan akad ijarah (sewa). Kemudian proyek tersebut dijadikan underlying asset untuk pembayaran fee ijrah sesuai kesepakatan yang telah ditentukan sebelumya oleh kedua belah pihak.

d. Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah merupakan reksa dana yang mengalokasikan seluruh dana/ portofolio ke instrumen syariah seperti saham-saham yang tergantung dalam JII, Obligasi Syariah, dan berbagai Instrumen keuangan sayariah lainnya.
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Di mana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam melakukan transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya. (Oleh Mamduh, Mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Walisongo)
{[['']]}
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Indonesia Syariah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger